REVOLUSI HIJAU DALAM
MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS INDUSTRI GULA
Menjelang abad ke-21, di berbagai negara-negara yang sedang
berkembang mengalami suatu perubahan paradigma pembangunan secara drastis.
Begitu juga yang telah dialami bangsa Indonesia, setelah meraih kemerdekaannya
paradigma pembangunan yang dominan di negara-negara tersebut adalah industralisasi.
Akibat dominasi dari paradigm industralisasi dalam proses pembangunan, maka
pembangunan dalam sector pertanian maupun perkebunan terlantarkan.
Indonesia yang tersohor sebagai negara yang Gemah Ripah Loh
Jinawi, subur kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku yang artinya bahwa bumi pertiwi Indonesia ini
mempunyai kekayaan yang berlimpah ruah yang mana segala yang ditanam akan
tumbuh subur dan segalanya dapat dibeli dengan murah. Mengenai hal ini tidak
seharusnya menjadikan industry sebagai paradigma untuk memajukan proses
pembangunan negeri ataupun untuk menghadapi krisis ekonomi sekali-pun, akan
tetapi sesuai dengan julukan Gemah Ripah Loh Jinawi Indonesia
sepantasnya menjadikan sector pertanian maupun sector perkebunan sebagai leading
sector untuk masa depan bangsa.
Salah satu hasil pertanian yang produknya menjadi komoditas
perekonomian Indonesia adalah gula. Industri gula yang berbasis tebu tersebut
merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitas 900 ribu petani dengan
tenaga kerja yang berkisar 1,3 juta orang. Pada beberapa tahun terakhir ini,
kinerja industri gula nasional telah meraih golden era. Akan tetapi pada
decade terakhir, secara umum kinerjanya mengalami penurunan, baik dari segi areal,
produksi maupun efisiensi. Seiring dengan revitalisasi pada sector pertanian,
industry gula tebu pun harus melakukan revolusi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa hasil produksi gula nasional yang
terjadi saat ini hampir sama dengan
konsumsi nasional yakni sekitar 2,45 juta ton per tahun, meski demikian
masih menuntut aktivitas impor untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Sebagai
antisispasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang konsumtif, pemerintah
melakukan impor gula sebagai stock cadangan atau ketika pabrik gula akan
memasuki musim penggilingan. Melihat situasi di atas, maka haruslah ada
peningkatan produktivitas gula nasional. Dalam peningkatan produktivitas gula
nasional tersebut, maka solusi untuk mengentaskan masalah tersebut diantaranya
adalah dengan revolusi hijau terhadap produksi tebu di lahan pertanian maupun
dalam perkebunan.
Indonesia sudah tak seperti dulu lagi, Gemah Ripah Loh Jinawi,
subur kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku istilah itu sekarang
sudah tidak relevan lagi disandang oleh Indonesia, karena pada hakikatnya
hanyalah angan-angan belaka. Beberapa sebabnya adalah karena semakin
bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan yang semakin meningkat
sedangkan produksi pangan terutama gula sudah tidak bisa lagi memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumtif dengan maksimal, lahan pertanian yang semakin
menyempit akibat pembangunan gedung-gedung tinggi maupun perumahan yang mulai
muncul di pendesaan, kerusakan alam khususnya lahan pertanian akibat ulah
tangan manusia sendiri seperti penebangan liar, dan lain sebagainya.
Menanggapi masalah-masalah tersebut maka langkah solutif untuk
membebaskan bangsa Indonesia dari keterpurukan akan pemenuhan kebutuhan ekonomi,
salah satunya dalam bidang pangan gula ini adalah dengan melakukan revolusi
hijau terhadap beberapa sector pertanian. Langkah Indonesia ini sebenaranya hanya mengikuti
rekan-rekannya di Asia. Dunia luar sudah lebih mengenal dan melaksanakan
program modernisasi pertanian yang kemudian dikenal dengan istilah Revolusi
Hijau (green
revolution). Revolusi hijau merupakan pengembangan teknologi
pertanian untuk meningkatkan produktivitas gula dengan penerapan teknologi pertanian modern yang
meliputi pengenalan tanaman baru, penggunaan pupuk non organik, obat-obat
pelindung tanaman dari hama dan penyakit dan bibit padi yang unggul serta
varietas tanaman jenis unggul. Tak cukup itu, solusi ini tak lepas dari campur
tangan pemerintah dalam penyediaan prasana kredit dan sarana penunjang lainnya.
Bibit unggul sebagai pemimpin teknologi baru dalam sektor
pertanian ini, tidak berdiri sendiri. Akan tetapi merupakan suatu rangkaian
yang di Indonesia dengan program Revolusi Huijau ini kerap dikenal dengan rumus
yang lebih sederhana yakni Sapta Usaha Tani, yang meliputi: penggunaan benih dan
varietas unggul, pemberian
pupuk dan pemupukan yang tepat, pengaturan pola tanam, pengaturan irigasi,
penanggulangan hama dan penyakit, penyuluhan dan penanganan
dalam pemasaran pasca panen. Program revolusi hijau ini dikenalkan dan disampaikan kepada petani
tradisional lewat kegiatan yang akan memberikan pengetahuan-pengetahuan dalam
bertani secara modern sehinggga tidak terjadi kesalahpahaman dalam teknik
bertani yang mengakibatkan kerugian di sektor ini. Melalui Bimbingan Massal dan
Intensifikasi Massal, pemerintah juga melancarkan program untuk membina prasarana
pengairan yang menggunakan teknologi modern sehingga akan mempermudah pekerjaan
mereka terutama hasil yang maksimal.
Selain untuk meningkatkan produktivitas industri gula,
revolusi hijau ini-pun memberikan beberapa keuntungan dalam meningkatkan
perekonomian nasional bangsa Indonesia. Dengan menggunakan teknologi yang lebih
canggih ini, program ini dapat menambah lapangan pekerjaan untuk masyarakat
setempat sehingga dapat membantu perkembangan ekonomi masyarakat setempat.
Hasil pertanian-pun akan melimpah ruah dengan revolusi ini dan akhirnya
masyarakat-pun akan sadar akan pentingnya teknologi yang akan membantu kemajuan
dan perkembangan pada sektor pertanian mereka sehingga terciptalah
kesejahteraan dalam kehidupan mereka.
Terlepas dari kontraversi mengenai dampak dari revolusi
hijau terhadap aspek sosial, ekonomi dan lingkungan sumber daya, fakta sejarah
telah mencatat masa kejayaan mengenai dampak positif dari revolusi ini,
Indonesia telah mampu menanggualangi kekurangan dalam pemenuhan konsumtif
masyarakat yang membludak dari perpadatannya. Revolusi hijau telah mampu
mendongkrak produktivitas sub sektor pertanian tanaman pangan, sehingga dalam
kurun waktu tertentu Indonesia telah mampu mencapai swasembada pangan terutama
dalam produktivitas gula.
Gula yang merupakan bahan pangan yang menjadi komoditas
di pasar ekonomi nasional ini akan menjadi peluang besar bagi Indonesia jika
angka produktivitasnya lebih ditingkatkan lagi. Dengan ini, maka PG terutama PTPN X (Persero) akan lebih berperan aktif dalam
meningkatkan perekonomian negeri dengan optimalisasi segala aspek yang
berkenaan dengan peningkatan produktivitas gula dalam negeri ini, tentunya
dengan program revolusi hijau tersebut. Hal ini perlu ditingkatkan untuk
mengurangi ketergantungan kita dalam impor gula dalam pemenuhan kebutuhan
konsumtif masyarakat dan sekaligus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang
jiwa konsumtif yang sangat tinggi dibandingkan dengan hasil produksi industri
gula sebelumnya sehingga dengan revolusi hijau, impor gula yang menguras devisa
negara dan mengganggu ketahanan pangan nasional serta sektor pertanian skala
nasional ini, dapat diminimalisir.
Menurut data statistik yg penulis dapat, Indonesia
sedikit berhasil merebut kembali pamornya menjadi penghasil gula terbesar meski
hanya dalam skala nasional melalui peran PTPN X (Persero) yang mampu
memproduksi gula mencapai 494.193 ton pada tahun 2012 dan meningkat 10 persen
dibandingkan dengan produksi gula tahun 20122 sebesar 446.926 ton. Maka dari
itu dengan adanya proses Revolusi Hijau ini diharapkan eksistensi dan peran
pabrik gula dapat semakin meningkat, sehingga kebutuhan masyarakat konsumtif
terhadap gula ini terus tercukupi, dan juga dengan peran tersebut PG dapat
mengangkat taraf perekonomian negara yang sekarang ini dalam kondisi terpuruk,
yakni salah satunya dengan semakin luasnya lapangan pekerjaan yang di berikan
kepada masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar