Jumat, 18 Januari 2013

PROSPEK INDUSTRI GULA NASIONAL


REVOLUSI HIJAU DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS INDUSTRI GULA

Menjelang abad ke-21, di berbagai negara-negara yang sedang berkembang mengalami suatu perubahan paradigma pembangunan secara drastis. Begitu juga yang telah dialami bangsa Indonesia, setelah meraih kemerdekaannya paradigma pembangunan yang dominan di negara-negara tersebut adalah industralisasi. Akibat dominasi dari paradigm industralisasi dalam proses pembangunan, maka pembangunan dalam sector pertanian maupun perkebunan terlantarkan.
Indonesia yang tersohor sebagai negara yang Gemah Ripah Loh Jinawi, subur kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku yang  artinya bahwa bumi pertiwi Indonesia ini mempunyai kekayaan yang berlimpah ruah yang mana segala yang ditanam akan tumbuh subur dan segalanya dapat dibeli dengan murah. Mengenai hal ini tidak seharusnya menjadikan industry sebagai paradigma untuk memajukan proses pembangunan negeri ataupun untuk menghadapi krisis ekonomi sekali-pun, akan tetapi sesuai dengan julukan Gemah Ripah Loh Jinawi Indonesia sepantasnya menjadikan sector pertanian maupun sector perkebunan sebagai leading sector untuk masa depan bangsa.
Salah satu hasil pertanian yang produknya menjadi komoditas perekonomian Indonesia adalah gula. Industri gula yang berbasis tebu tersebut merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitas 900 ribu petani dengan tenaga kerja yang berkisar 1,3 juta orang. Pada beberapa tahun terakhir ini, kinerja industri gula nasional telah meraih golden era. Akan tetapi pada decade terakhir, secara umum kinerjanya mengalami penurunan, baik dari segi areal, produksi maupun efisiensi. Seiring dengan revitalisasi pada sector pertanian, industry gula tebu pun harus melakukan revolusi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa hasil produksi gula nasional yang terjadi saat ini hampir sama dengan  konsumsi nasional yakni sekitar 2,45 juta ton per tahun, meski demikian masih menuntut aktivitas impor untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Sebagai antisispasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang konsumtif, pemerintah melakukan impor gula sebagai stock cadangan atau ketika pabrik gula akan memasuki musim penggilingan. Melihat situasi di atas, maka haruslah ada peningkatan produktivitas gula nasional. Dalam peningkatan produktivitas gula nasional tersebut, maka solusi untuk mengentaskan masalah tersebut diantaranya adalah dengan revolusi hijau terhadap produksi tebu di lahan pertanian maupun dalam perkebunan.
Indonesia sudah tak seperti dulu lagi, Gemah Ripah Loh Jinawi, subur kang sarwo tinandur, murah kang sarwo tinuku istilah itu sekarang sudah tidak relevan lagi disandang oleh Indonesia, karena pada hakikatnya hanyalah angan-angan belaka. Beberapa sebabnya adalah karena semakin bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan yang semakin meningkat sedangkan produksi pangan terutama gula sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan masyarakat konsumtif dengan maksimal, lahan pertanian yang semakin menyempit akibat pembangunan gedung-gedung tinggi maupun perumahan yang mulai muncul di pendesaan, kerusakan alam khususnya lahan pertanian akibat ulah tangan manusia sendiri seperti penebangan liar, dan lain sebagainya.
Menanggapi masalah-masalah tersebut maka langkah solutif untuk membebaskan bangsa Indonesia dari keterpurukan akan pemenuhan kebutuhan ekonomi, salah satunya dalam bidang pangan gula ini adalah dengan melakukan revolusi hijau terhadap beberapa sector pertanian. Langkah Indonesia ini sebenaranya hanya mengikuti rekan-rekannya di Asia. Dunia luar sudah lebih mengenal dan melaksanakan program modernisasi pertanian yang kemudian dikenal dengan istilah Revolusi Hijau (green revolution). Revolusi hijau merupakan pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas gula dengan penerapan teknologi pertanian modern yang meliputi pengenalan tanaman baru, penggunaan pupuk non organik, obat-obat pelindung tanaman dari hama dan penyakit dan bibit padi yang unggul serta varietas tanaman jenis unggul. Tak cukup itu, solusi ini tak lepas dari campur tangan pemerintah dalam penyediaan prasana kredit dan sarana penunjang lainnya.
Bibit unggul sebagai pemimpin teknologi baru dalam sektor pertanian ini, tidak berdiri sendiri. Akan tetapi merupakan suatu rangkaian yang di Indonesia dengan program Revolusi Huijau ini kerap dikenal dengan rumus yang lebih sederhana yakni Sapta Usaha Tani, yang meliputi: penggunaan benih dan varietas unggul,  pemberian pupuk dan pemupukan yang tepat, pengaturan pola tanam, pengaturan irigasi, penanggulangan hama dan penyakit, penyuluhan dan penanganan dalam pemasaran pasca panen. Program revolusi hijau ini dikenalkan dan disampaikan kepada petani tradisional lewat kegiatan yang akan memberikan pengetahuan-pengetahuan dalam bertani secara modern sehinggga tidak terjadi kesalahpahaman dalam teknik bertani yang mengakibatkan kerugian di sektor ini. Melalui Bimbingan Massal dan Intensifikasi Massal, pemerintah juga melancarkan program untuk membina prasarana pengairan yang menggunakan teknologi modern sehingga akan mempermudah pekerjaan mereka terutama hasil yang maksimal.
Selain untuk meningkatkan produktivitas industri gula, revolusi hijau ini-pun memberikan beberapa keuntungan dalam meningkatkan perekonomian nasional bangsa Indonesia. Dengan menggunakan teknologi yang lebih canggih ini, program ini dapat menambah lapangan pekerjaan untuk masyarakat setempat sehingga dapat membantu perkembangan ekonomi masyarakat setempat. Hasil pertanian-pun akan melimpah ruah dengan revolusi ini dan akhirnya masyarakat-pun akan sadar akan pentingnya teknologi yang akan membantu kemajuan dan perkembangan pada sektor pertanian mereka sehingga terciptalah kesejahteraan dalam kehidupan mereka.
Terlepas dari kontraversi mengenai dampak dari revolusi hijau terhadap aspek sosial, ekonomi dan lingkungan sumber daya, fakta sejarah telah mencatat masa kejayaan mengenai dampak positif dari revolusi ini, Indonesia telah mampu menanggualangi kekurangan dalam pemenuhan konsumtif masyarakat yang membludak dari perpadatannya. Revolusi hijau telah mampu mendongkrak produktivitas sub sektor pertanian tanaman pangan, sehingga dalam kurun waktu tertentu Indonesia telah mampu mencapai swasembada pangan terutama dalam produktivitas gula.
Gula yang merupakan bahan pangan yang menjadi komoditas di pasar ekonomi nasional ini akan menjadi peluang besar bagi Indonesia jika angka produktivitasnya lebih ditingkatkan lagi. Dengan ini, maka PG terutama  PTPN X (Persero) akan lebih berperan aktif dalam meningkatkan perekonomian negeri dengan optimalisasi segala aspek yang berkenaan dengan peningkatan produktivitas gula dalam negeri ini, tentunya dengan program revolusi hijau tersebut. Hal ini perlu ditingkatkan untuk mengurangi ketergantungan kita dalam impor gula dalam pemenuhan kebutuhan konsumtif masyarakat dan sekaligus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang jiwa konsumtif yang sangat tinggi dibandingkan dengan hasil produksi industri gula sebelumnya sehingga dengan revolusi hijau, impor gula yang menguras devisa negara dan mengganggu ketahanan pangan nasional serta sektor pertanian skala nasional ini, dapat diminimalisir.
Menurut data statistik yg penulis dapat, Indonesia sedikit berhasil merebut kembali pamornya menjadi penghasil gula terbesar meski hanya dalam skala nasional melalui peran PTPN X (Persero) yang mampu memproduksi gula mencapai 494.193 ton pada tahun 2012 dan meningkat 10 persen dibandingkan dengan produksi gula tahun 20122 sebesar 446.926 ton. Maka dari itu dengan adanya proses Revolusi Hijau ini diharapkan eksistensi dan peran pabrik gula dapat semakin meningkat, sehingga kebutuhan masyarakat konsumtif terhadap gula ini terus tercukupi, dan juga dengan peran tersebut PG dapat mengangkat taraf perekonomian negara yang sekarang ini dalam kondisi terpuruk, yakni salah satunya dengan semakin luasnya lapangan pekerjaan yang di berikan kepada masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar