Minggu, 14 Oktober 2012

Model-model Penelitian Tindakan Kelas


MODEL-MODEL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A.  Pengertian
Model merupakan abstraksi atau representasi suatu peristiwa yang kompleks dari suatu system dalam bentuk naratif, matematis, grafis dan lambing-lambang lainnya.[1] Model bukanlah suatu realitas, melainkan representasi realitas yang dikembangkan dari suatu keadaan tertentu. Dengan demikian, pada dasarnya model Penelitian Tindakan Kelas merupakan rancangan tindakan penelitian yang dapat digunakan untuk menerjemahkan  suatu konsep-konsep ke dalam realitas yang sifatnya lebih praktis.
Model Penelitian Tindakan Kelas berfungsi sebagai saran untuk mempermudah komunikasi atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil suatu keputusan, atau sebagai petunjuk  menyusun perencanaan untuk kegiatan pengelolaan dalam melakukan Penelitian Tindakan Kelas.
Model Penelitian Tindakan Kelas yang baik adalah model yang dapat membantu  pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses penelitian secara mendasar maupun menyeluruh. Banyak model yang dapat kita terapkan sebagai pedoman dalam merancang dan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas. Kita dapat memilih salah satu model yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada.

B.  Model-model Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas mempunyai banyak model sehingga peneliti dapat memilih salah satu model yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam pemilihan model, tidak ada pertimbangan baku dan peneliti disarankan memilih salah satu model yang sesuai kemampuan peneliti[2].
Ada beberapa macam model PTK yang dikembangkan oleh beberapa ahli yang memiliki pola dasar yang sama, yaitu serangkaian kegiatan penelitian berupa rangkaian siklus dimana pada setiap akhir siklus akan membentuk siklus baru hasil revisi/perbaikan[3]. Diantaranya adalah:
a. Model Kurt Lewin                               d. Model Ebbut          
b. Model Kemmis dan Mc Taggart          e. Model Hopkins
c. Model Elliot

Berikut adalah penjelasannya:
1.    Model Kurt Lewin
          Kurt Lewin menjelaskan bahwa ada empat hal yang harus dilakukan dalam proses penelitian tindakan, yaitu: Perencanaan, Tindakan, Observasi dan Refleksi[4].
          Pelaksanaan penelitian tindakan adalah proses yang terjadi dalam suatu lingkaran yang terus menerus, yang meliputi hal berikut:
a)      Perencanaan (planning)
adalah proses menentukan program perbaikan yang berangkat dari suatu ide gagasan peneliti.
b)      Aksi atau Tindakan (implementing)
adalah perlakuan yang dilaksanakan oleh peneliti sesuai dengan perencanaan yang telah disusun oleh peneliti.
c)      Observasi (observing)
Adalah pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas tindakan atau mengumpulkan informasi tentang berbagai kekurangan tindakan yang telah dilakukan.
d)     Refleksi (reflecting)
          Adalah kegiatan menganalisis tentang hasil observasi sehingga memunculkan program atau perencanaan baru.
Sementara itu empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin dielaborasi lagi oleh Ernest T. Stringer[5] menjadi :
a)         Perencanaan (Planning)
b)         Pelaksanaan (implementing)
c)         Penelitian (evaluating)

2.    Model Kemmis dan Mc Taggart
          Model Kemmis dan Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin[6]. Dikatakan demikian, karena di dalam suatu siklus terdiri atas empat komponen, keempat komponen tersebut, meliputi: (1) perencanaan, (2) aksi/tindakan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Setelah suatu siklus selesai diimplementasikan dan direfleksikan, kemudian diikuti dengan perencanaan ulang yang dilaksanakan dalam bentuk siklus tersendiri.
          Akan tetapi pada umumnya para peneliti mulai dari fase refleksi awal untuk melakukan studi pendahuluan sebagai dasar dalam merumuskan masalah penelitian. Selanjutnya diikuti perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang dapat diuraikan sebagai berikut.
a)      Perencanaan atau sebagai refleksi awal merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang situasi-situasi yang relevan dengan tema penelitian.
b)      Penyusunan Perencanaan merupakan hasil dari refleksi awal. Perencanaan ini bersifat fleksibel, dapat berubah sesuai dengan kondisi nyata yang ada.
c)      Pelaksanaan Tindakan merupakan upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang dilaksanakan berpedoman pada rencana tindakan.
d)      Observasi merupakan mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa.
e)      Refleksi merupakan kegiatan analisis, sintesis, interpretasi terhadap semua informasi yang diperoleh saat kegiatan tindakan dengan mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil-hasil atau dampak dari tindakan sehingga dapat ditarik kesimpulan yang mantap dan tajam berdasarkan teori atau hasil penelitian yang telah ada dan relevan.
          Refleksi merupakan bagian yang sangat penting dari PTK yaitu untuk memahami terhadap proses dan hasil yang terjadi, yaitu perubahan sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Jika penelitian tindakan dilakukan melalui beberapa siklus, maka dalam refleksi terakhir, peneliti menyampaikan rencana yang disarankan kepada peneliti lain apabila dia menghentikan kegiatannya, atau kepada diri sendiri apabila akan melanjutkan dalam kesempatan lain[7].












3.    Model Jhon Elliot
          Model ini lebih menekankan pada proses untk mencoba hal-hal yang baru dalam proses pembelajaran. Menurut Elliot, langkah pertama yang harus  dilakukan adalah menentukan dan mengembangkan gagasan umum yang dilanjutkan dengan melakukan eksplorasi yakni untuk mempertajam gagasan atau ide.
          Menurut Elliot mengenai model PTK bahwa apapun masalah yang akan diangkat dalam penelitian hendaknya tetap berada dalam lingkup permasalahan yang dihadapi oleh guru didalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari di kelas dan merupakan sesuatu yang ingin diperbaiki atau diubah.
          Penafsiran Elliot terhadap model PTK bahwa kegiatan awal dalam bentuk identifikasi masalah adalah pernyataan yang menghubungkan gagasan dengan ide dengan tindakan. Sedangkan pada bagian Reconnaissance adalah pemahaman tentang situasi kelas yang ingin diubah atau diperbaiki.
          Hal demikian jika dibandingkan dengan bagan model PTK lainnya maka terdapat beberapa perbedaan mendasar, akan tetapi tetap membentuk sebuah kegiatan berulang (siklus).
4.    Model Dave Ebbutt
          Model penelitian tindakan ini dikembangkan oleh Ebbut pada sekitar tahun 1985. Model ini di ilhami oleh pemikiran Kemmis dan Elliot. Dalam pengembangannya, Ebbut kurang begitu sependapat dengan interpretasi Elliot tentang karya Kemmis, Karena Kemmis menyamakan penelitiannya dengan hanya temuan fakta. Sedangkan kenyataannya, kemmis dengan jelas menunjukkan bahwa penelitian terdiri atas diskusi, negisiasi, menyelidiki, dan menelaah kendala-kendala yang ada[8].
          Ebbut beranggapan bahwa suatu penelitian tindakan harus dimulai dari adanya gagasan awal yang didorong oleh keinginan peneliti untuk melakukan suatu perbaikan proses yang akan menghasilkan sesuatu yang lebih optimal.
          Berdasarkan gagasan awal, peneliti berupaya menemukakan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk menyelesaikannya kemudian menyusun rancangan umum yang akan diimplementasikan. Selama proses implementasi, dilakukan monitoring untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan dari sebuah tindakan peneliti. Dari hasil monitoring selanjutnya disusun penjelasan tentang berbagai kegagalan yang terjadi. Penjelasan tersebut akan menjadi masukan dalam revisi rencana umum yang selanjutnya melahirkan rencana implementasi pada putaran kedua. Begitulah terus menerus sampai pada putaran tertentu.
5.    Model Hopkins
Pada model ini, penelitian dilakukan dengan membentuk spiral yang dimulai dari merasakan adanya masalah,  menyusun perencanaan, melaksanakan tindakan, melakukan observasi dan melakukan refleksi serta melakukan rencana ulang dan seterusnya. Yang dikembangkan oleh Hopkins dari model spiral seperti pada bagan berikut:



C.  Pola Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
            Pola adalah cara  atau teknik pelaksanaan PTK yang dapat dijadikan rujukan dalam  penyelenggaraan PTK sesuai dengan model yang dipilih dengan mempertimbangkan kondisi peneliti dan sumber daya yang tersedia. Terdapat berbagai pola dalam pelaksanaan PTK diantaranya PTK guru peneliti, PTK pola kolaboratif dan PTK pola simultan terintegrasi.
1)      Pola Guru Peneliti
Pada pola ini, guru memiliki peran utama dalam perencanaan dan pelasanaan PTK. Tujuan pada pola ini adalah untuk memecahkan masalah praktis yang dihadapi oleh guru itu sendiri dalam proses pembelajaran.
2)      Pola Kolaboratif
Pola ini dilakukan oleh pihak luar yang berkeinginan untuk memecahkan masalah pembelajaran. PTK dirancang dan dilaksanakan oleh suatu tim yang biasanya terdiri atas guru, kepala sekolah, dosen LPTK dan orang lain yang terlibat dalam tim peneliti. Guru berperan hanya sebagai anggota tim yang berfungsi untu melaksanakan tindakan seperti yang dirancang oleh tim peneliti.
3)      Pola Penelitian Terintegrasi
Pada pola ini, inisiatif dan masalah yang akan diteliti sepenuhnya berasal dari peneliti luar, tidak dari guru.



[1] Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Kencana, 2009).hal 48.
[2] Sukidin, dkk. Manajemen Penelitian Tindakan. (Insan Cendekia, 2002). hal 45.
[3] Trianto, Penelitian Tindakan Kelas Teori dan Praktik. (Jakarta, Prestasi Pustaka, 2012) hal 29.
[4] Wina Sanjaya, Penelitian…… ibid, hal 49.
[5] Zainal Aqib, Penelitian Tindakan Kelas. (Bandung: CV YRAMA WIDYA, 2006).hal 21
[6] Trianto, Penelitian Tindakan Kelas Teori dan Praktik. (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2012) hal 30
[7] Suharsimi arikunto, Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Bumi Aksara, 2006). hal 20
[8]  Trianto, “Penelitian Tindakan Kelas Teori dan Praktik” Jakarta, Prestasi Pustaka,2012 hal 33.

7 komentar: