MODEL-MODEL
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
A.
Pengertian
Model merupakan abstraksi atau
representasi suatu peristiwa yang kompleks dari suatu system dalam bentuk
naratif, matematis, grafis dan lambing-lambang lainnya.[1]
Model bukanlah suatu realitas, melainkan representasi realitas yang
dikembangkan dari suatu keadaan tertentu. Dengan demikian, pada dasarnya model
Penelitian Tindakan Kelas merupakan rancangan tindakan penelitian yang dapat
digunakan untuk menerjemahkan
suatu konsep-konsep ke dalam realitas yang
sifatnya lebih praktis.
Model Penelitian Tindakan Kelas berfungsi
sebagai saran untuk mempermudah komunikasi atau sebagai petunjuk yang bersifat
perspektif untuk mengambil suatu keputusan, atau sebagai petunjuk menyusun perencanaan untuk kegiatan
pengelolaan dalam melakukan Penelitian Tindakan Kelas.
Model Penelitian Tindakan Kelas yang
baik adalah model yang dapat membantu
pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses penelitian secara
mendasar maupun menyeluruh. Banyak model yang dapat kita terapkan sebagai
pedoman dalam merancang dan melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas. Kita dapat
memilih salah satu model yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada.
B.
Model-model Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas mempunyai
banyak model sehingga peneliti dapat memilih salah satu model yang sesuai
dengan yang dikehendaki. Dalam pemilihan model, tidak ada pertimbangan baku dan
peneliti disarankan memilih salah satu model yang sesuai kemampuan peneliti[2].
Ada beberapa macam model PTK yang
dikembangkan oleh beberapa ahli yang memiliki pola dasar yang sama, yaitu
serangkaian kegiatan penelitian berupa rangkaian siklus dimana pada setiap
akhir siklus akan membentuk siklus baru hasil revisi/perbaikan[3]. Diantaranya
adalah:
a. Model Kurt Lewin d. Model Ebbut
b. Model Kemmis dan Mc Taggart e. Model Hopkins
c. Model Elliot
Berikut adalah penjelasannya:
1.
Model Kurt Lewin
Kurt
Lewin menjelaskan bahwa ada empat hal yang harus dilakukan dalam proses
penelitian tindakan, yaitu: Perencanaan, Tindakan, Observasi dan Refleksi[4].
Pelaksanaan penelitian tindakan adalah
proses yang terjadi dalam suatu lingkaran yang terus menerus, yang meliputi hal
berikut:
a)
Perencanaan
(planning)
adalah proses
menentukan program perbaikan yang berangkat dari suatu ide gagasan peneliti.
b)
Aksi
atau Tindakan (implementing)
adalah perlakuan
yang dilaksanakan oleh peneliti sesuai dengan perencanaan yang telah disusun
oleh peneliti.
c)
Observasi
(observing)
Adalah pengamatan
yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas tindakan atau mengumpulkan
informasi tentang berbagai kekurangan tindakan yang telah dilakukan.
d)
Refleksi
(reflecting)
Adalah kegiatan menganalisis tentang
hasil observasi sehingga memunculkan program atau perencanaan baru.
Sementara itu empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh
Kurt Lewin dielaborasi lagi oleh Ernest T. Stringer[5]
menjadi :
a)
Perencanaan
(Planning)
b)
Pelaksanaan
(implementing)
c)
Penelitian
(evaluating)
2.
Model Kemmis dan Mc Taggart
Model
Kemmis dan Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan
oleh Kurt Lewin[6].
Dikatakan demikian, karena di dalam suatu siklus terdiri atas empat komponen,
keempat komponen tersebut, meliputi: (1) perencanaan, (2) aksi/tindakan, (3)
observasi, dan (4) refleksi. Setelah suatu siklus selesai diimplementasikan dan
direfleksikan, kemudian diikuti dengan perencanaan ulang yang dilaksanakan
dalam bentuk siklus tersendiri.
Akan tetapi pada umumnya para peneliti
mulai dari fase refleksi awal untuk melakukan studi pendahuluan sebagai dasar
dalam merumuskan masalah penelitian. Selanjutnya diikuti perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi yang dapat diuraikan sebagai berikut.
a)
Perencanaan
atau sebagai refleksi awal merupakan
kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang situasi-situasi yang relevan
dengan tema penelitian.
b)
Penyusunan Perencanaan
merupakan hasil dari refleksi awal. Perencanaan ini bersifat fleksibel, dapat
berubah sesuai dengan kondisi nyata yang ada.
c)
Pelaksanaan Tindakan
merupakan upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang dilaksanakan
berpedoman pada rencana tindakan.
d)
Observasi merupakan
mengamati hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan
terhadap siswa.
e) Refleksi merupakan
kegiatan analisis, sintesis, interpretasi terhadap semua informasi yang
diperoleh saat kegiatan tindakan dengan mengkaji, melihat dan mempertimbangkan
hasil-hasil atau dampak dari tindakan sehingga dapat ditarik kesimpulan yang
mantap dan tajam berdasarkan teori atau hasil penelitian yang telah ada dan
relevan.
Refleksi merupakan bagian yang sangat
penting dari PTK yaitu untuk memahami terhadap proses dan hasil yang terjadi,
yaitu perubahan sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Jika
penelitian tindakan dilakukan melalui beberapa siklus, maka dalam refleksi
terakhir, peneliti menyampaikan rencana yang disarankan kepada peneliti lain
apabila dia menghentikan kegiatannya, atau kepada diri sendiri apabila akan
melanjutkan dalam kesempatan lain[7].
3.
Model Jhon Elliot
Model ini lebih menekankan pada proses
untk mencoba hal-hal yang baru dalam proses pembelajaran. Menurut Elliot,
langkah pertama yang harus dilakukan
adalah menentukan dan mengembangkan gagasan umum yang dilanjutkan dengan
melakukan eksplorasi yakni untuk mempertajam gagasan atau ide.
Menurut Elliot mengenai
model PTK bahwa apapun masalah yang akan diangkat dalam penelitian hendaknya
tetap berada dalam lingkup permasalahan yang dihadapi oleh guru didalam
pelaksanaan pembelajaran sehari-hari di kelas dan merupakan sesuatu yang ingin
diperbaiki atau diubah.
Penafsiran
Elliot terhadap model PTK bahwa kegiatan awal dalam bentuk identifikasi masalah
adalah pernyataan yang menghubungkan gagasan dengan ide dengan
tindakan. Sedangkan pada bagian Reconnaissance adalah pemahaman tentang
situasi kelas yang ingin diubah atau diperbaiki.
Hal
demikian jika dibandingkan dengan bagan model PTK lainnya maka terdapat
beberapa perbedaan mendasar, akan tetapi tetap membentuk sebuah kegiatan
berulang (siklus).
4.
Model Dave Ebbutt
Model penelitian tindakan ini dikembangkan
oleh Ebbut pada sekitar tahun 1985. Model ini di ilhami oleh
pemikiran Kemmis dan Elliot. Dalam pengembangannya, Ebbut kurang begitu
sependapat dengan interpretasi Elliot tentang karya Kemmis, Karena Kemmis
menyamakan penelitiannya dengan hanya temuan fakta. Sedangkan kenyataannya,
kemmis dengan jelas menunjukkan bahwa penelitian terdiri atas diskusi,
negisiasi, menyelidiki, dan menelaah kendala-kendala yang ada[8].
Ebbut beranggapan bahwa suatu penelitian tindakan harus dimulai
dari adanya gagasan awal yang didorong oleh keinginan peneliti untuk melakukan
suatu perbaikan proses yang akan menghasilkan sesuatu yang lebih optimal.
Berdasarkan gagasan awal, peneliti berupaya
menemukakan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk menyelesaikannya
kemudian menyusun rancangan umum yang akan diimplementasikan. Selama proses
implementasi, dilakukan monitoring untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan dari
sebuah tindakan peneliti. Dari hasil monitoring selanjutnya disusun penjelasan
tentang berbagai kegagalan yang terjadi. Penjelasan tersebut akan menjadi
masukan dalam revisi rencana umum yang selanjutnya melahirkan rencana
implementasi pada putaran kedua. Begitulah terus menerus sampai pada putaran
tertentu.
5.
Model Hopkins
Pada model ini,
penelitian dilakukan dengan membentuk spiral yang dimulai dari merasakan adanya
masalah, menyusun perencanaan,
melaksanakan tindakan, melakukan observasi dan melakukan refleksi serta melakukan
rencana ulang dan seterusnya. Yang dikembangkan oleh Hopkins dari model spiral
seperti pada bagan berikut:
C.
Pola Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Pola adalah cara atau teknik pelaksanaan PTK yang dapat
dijadikan rujukan dalam penyelenggaraan
PTK sesuai dengan model yang dipilih dengan mempertimbangkan kondisi peneliti
dan sumber daya yang tersedia. Terdapat berbagai pola dalam pelaksanaan PTK
diantaranya PTK guru peneliti, PTK pola kolaboratif dan PTK pola simultan
terintegrasi.
1)
Pola
Guru Peneliti
Pada pola ini, guru memiliki peran utama dalam perencanaan dan
pelasanaan PTK. Tujuan pada pola ini adalah untuk memecahkan masalah praktis
yang dihadapi oleh guru itu sendiri dalam proses pembelajaran.
2)
Pola
Kolaboratif
Pola ini dilakukan oleh pihak luar yang berkeinginan untuk
memecahkan masalah pembelajaran. PTK dirancang dan dilaksanakan oleh suatu tim
yang biasanya terdiri atas guru, kepala sekolah, dosen LPTK dan orang lain yang
terlibat dalam tim peneliti. Guru berperan hanya sebagai anggota tim yang
berfungsi untu melaksanakan tindakan seperti yang dirancang oleh tim peneliti.
3)
Pola
Penelitian Terintegrasi
Pada
pola ini, inisiatif dan masalah yang akan diteliti sepenuhnya berasal dari
peneliti luar, tidak dari guru.
[1] Prof. Dr. H.
Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Kencana,
2009).hal 48.
[2] Sukidin, dkk. Manajemen
Penelitian Tindakan. (Insan Cendekia, 2002). hal 45.
[3] Trianto, Penelitian
Tindakan Kelas Teori dan Praktik. (Jakarta, Prestasi Pustaka, 2012) hal
29.
[4] Wina Sanjaya, Penelitian……
ibid, hal 49.
[5] Zainal Aqib, Penelitian
Tindakan Kelas. (Bandung: CV YRAMA WIDYA, 2006).hal 21
[6] Trianto, Penelitian
Tindakan Kelas Teori dan Praktik. (Jakarta:Prestasi Pustaka, 2012)
hal 30
[7] Suharsimi
arikunto, Penelitian Tindakan Kelas. (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).
hal 20
terima kasih Postingan nya bagus banget'
BalasHapusmakasih . . .
BalasHapusterimakasih
BalasHapusijin copas...... suwun
BalasHapusIjin copas,, terimakasih atas referensinya,,
BalasHapusThankyou soo much
BalasHapusTerima kasih postingannya sangat membantu
BalasHapus